Labirin Ilusi: Teror Tiga Anak yang Tak Pernah Kembali

 

sc : pixabay

    Di pinggiran kota tua yang sudah lama ditinggalkan, ada sebuah taman rekreasi yang ditutup karena berbagai kecelakaan misterius. Di tengahnya, berdiri sebuah labirin raksasa dari pagar tinggi yang ditumbuhi tanaman menjalar. Konon, labirin itu dihuni oleh "Bayangan Ketiga" — makhluk yang bisa menciptakan ilusi paling menakutkan dari ketakutan terdalam manusia.

Suatu sore yang mendung, tiga anak — Raka, Dian, dan Aji — memutuskan untuk masuk ke labirin itu karena tantangan dari teman sekolah. Mereka tertawa dan merekam video sejak memasuki pintu besi tua yang sudah berkarat. Namun, langkah mereka membawa pada sesuatu yang jauh dari sekadar petualangan.

Beberapa menit setelah masuk, jalan di belakang mereka tiba-tiba menghilang. Tembok tanaman berubah bentuk. Cahaya menjadi suram. Langit pun tampak lebih gelap dari sebelumnya.

Dian, yang pertama panik, mulai melihat sosok ibunya memanggil dari ujung lorong. Ia berlari dan menghilang dalam kabut. Raka dan Aji mengejarnya, namun jalan terus bercabang-cabang. Teriakan Dian terdengar makin jauh, sampai akhirnya berubah menjadi jeritan ngeri yang terputus mendadak.

Raka mulai mendengar bisikan dari balik tembok, menyebutkan namanya berulang kali. Ia melihat Aji berjalan ke arah bayangan besar menyerupai dirinya sendiri — namun matanya hitam legam dan mulutnya terus menyeringai. Aji, entah kenapa, mengikuti sosok itu seperti terhipnotis. Tubuhnya lalu terseret ke dalam celah tembok yang terbuka sendiri, lalu menutup seketika.

Tinggal Raka yang berlari ketakutan, mencoba keluar. Tapi setiap kali berbelok, ia kembali ke tempat yang sama — persimpangan dengan tiga jalan dan darah yang menetes dari atas. Ia menangis, menjerit, memohon. Namun labirin itu telah berubah menjadi satu makhluk hidup — mempermainkan pikiran, mengubah realita.

Dalam detik terakhir sebelum semuanya gelap, Raka melihat mereka — Bayangan Ketiga — tiga sosok menyerupai dirinya, Aji, dan Dian... tapi dengan wajah hancur, mata kosong, dan tangan penuh kuku panjang yang mencakar-cakar dinding sambil tertawa.

Tidak ada yang pernah menemukan ketiga anak itu lagi.

Kecuali satu ponsel... ditemukan seminggu kemudian, tergeletak di mulut labirin, masih merekam — dengan suara jeritan samar di latar belakang.