“orang gila” sebenarnya lebih banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari sebagai sebutan untuk seseorang yang dianggap tidak waras, aneh, atau berperilaku di luar kebiasaan. Namun, secara medis istilah ini tidak tepat, karena dalam dunia kesehatan jiwa orang dengan kondisi tersebut disebut Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). ODGJ mencakup berbagai kondisi, seperti skizofrenia, psikosis, bipolar, depresi berat, maupun gangguan kecemasan. Mereka mengalami kesulitan dalam berpikir, mengendalikan emosi, maupun berperilaku sebagaimana biasanya. Sementara itu, dalam budaya masyarakat, “orang gila” sering ditujukan pada orang yang berkeliaran di jalan dengan perilaku tidak terkontrol, atau digunakan sebagai sebutan kasar untuk menghina orang lain.
(ODGJ) bisa sembuh atau setidaknya kondisinya bisa sangat membaik dengan penanganan yang tepat. Tingkat kesembuhan bergantung pada jenis gangguan, tingkat keparahan, serta dukungan yang didapat.
🔹 Gangguan jiwa ringan seperti depresi, kecemasan, atau stres berat biasanya bisa pulih sepenuhnya dengan terapi psikologis, pengobatan, dan dukungan sosial.
🔹 Gangguan jiwa berat seperti skizofrenia atau bipolar umumnya bersifat kronis, sehingga lebih sering disebut bisa dikendalikan daripada benar-benar sembuh total. Dengan pengobatan teratur, terapi psikososial, serta lingkungan yang mendukung, penderita bisa hidup normal, bekerja, dan bersosialisasi.
🔹 Faktor penting lainnya adalah dukungan keluarga dan masyarakat, karena stigma sering membuat penderita enggan berobat atau ditelantarkan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa ODGJ tidak selalu berarti seumur hidup "gila". Banyak yang bisa pulih dan berfungsi seperti orang pada umumnya bila mendapat penanganan yang baik.
Tingkat kesembuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sangat bergantung pada jenis gangguannya. Pada gangguan jiwa ringan, seperti depresi, gangguan cemas, fobia, atau stres berat, peluang untuk pulih sepenuhnya cukup tinggi, yakni mencapai sekitar 70–90% bila mendapatkan terapi psikologis, pengobatan, dan dukungan sosial yang memadai. Sementara itu, pada gangguan jiwa berat, persentasenya lebih bervariasi. Penderita skizofrenia, misalnya, sekitar 20–30% dapat pulih hampir sepenuhnya, 40–50% lainnya mampu hidup mandiri dengan pengobatan teratur, sementara sisanya mengalami gejala yang cenderung kronis. Pada gangguan bipolar, tingkat kesembuhan lebih baik, yakni sekitar 60–80% dapat kembali stabil dengan kombinasi obat dan terapi, meskipun masih berisiko kambuh. Kesembuhan ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor penting seperti deteksi dini, kepatuhan terhadap pengobatan, dukungan keluarga dan lingkungan, serta hilangnya stigma dari masyarakat.